Sudah dua tahun dia bekerja di rumahku sebagai house keeper. Segala
urusan tetek bengek rumah kuserahkan padanya. Aku hanya perlu
mentransfer gaji ke ATM-nya tiap bulan, dan segalanya beres, mulai dari
memasak, mencuci sampai membayar semua rekening tagihan bulanan.
Sebagai eksekutif muda, aku memang terlalu sibuk untuk lebih
memperhatikannya. Sepanjang segalanya beres, tak ada masalah buatku.
Namanya Anggun, asal Solo. Aku menemukan dia dari agen pembantu rumah
tangga. Sebetulnya aku termasuk beruntung karena Anggun bukanlah type
pembantu rumah tangga biasa. Dari apa yang kutahu, dia cerdas, bersih,
rajin tetapi sedikit misterius. Usianya duapuluh delapan tahun, sama
denganku. Hubunganku dengannya hanya sebatas majikan dan pembantu
walaupun pada prakteknya, aku tidak pernah memperlakukannya sebagai
pembantu. Dia bagiku adalah teman, meski komunikasi diantara kami sangat
minim. Kami tinggal berdua di rumahku, di kawasan Dharma Husada Indah
Surabaya.
Kisah yang bermakna bagiku ini dimulai ketika aku terserang Typus. Harus
dirawat inap selama dua minggu di Rumah Sakit. Sepanjang minggu itu,
dia terus menjenguk dan menjagaku karena perawat hanya sesekali
memeriksa keadaanku. Aku bisa merasakan betapa perhatiannya dia. Adalah
wajar, selaku posisiku sebagai majikan, begitulah aku menilai. Rawat
inap itu dilanjutkan dengan istirahat di rumah selama seminggu total.
Hingga pada suatu pagi..
“Mas.. saatnya mandi.”
“Mandi? Bukankah aku belum boleh mandi?” tanyaku heran.
“Iya.. tapi mandi yang ini khusus, tubuh Mas dilap dengan handuk yang dibasuh air hangat”, katanya menerangkan.
“Ooo.. baiklah”, sambungku lagi.
“Permisi Mas..”
Dia segera membuka bajuku satu persatu dengan hati-hati. Kerjanya yang
cekatan bahkan melebihi perawat kemarin. Sedikit demi sedikit tubuhku
mulai bersih. Hingga akhirnya sampai juga di daerah selangkangan. Dia
memandangku sejenak.
“Silakan saja”, kataku memutus kebimbangannya.
“Kok masih tidur Mas..”
“Apanya?”
“Itu..” katanya sambil menunjuk batang kemaluanku. Aku agak kaget juga.
“Dia juga ikut-ikutan sakit”, balasku karena tidak tahu apa lagi yang mesti kukatakan.
Dia segera membersihkan daerah keramatku dengan lembut. Aku
memperhatikan kerjanya saat itu. Dia sesekali memandangku tanpa rasa
sungkan. Pada saatnya tanpa terasa, batang kemaluanku mulai naik karena
sentuhan-sentuhan menawan tepat di area senjata pamungkasku itu.
“Jangan nakal dong Mas..”, katanya sambil tersenyum penuh arti kepadaku.
Aku hanya bisa terdiam. Terus terang aku malu juga.
“Saya tidurkan lagi ya Mas..”
“Apanya yang ditidurkan?”
“Punya Mas.. kalau bangun gitu.. saya nggak bisa konsentrasi.”
“Hah? Car.. ann. nya”, kalimatku terpotong karena tiba-tiba dia melempar
handuk ke lantai dan mencengkeram batang kemaluanku. Diusap-usapnya
lembut. Wajahnya langsung didekatkan ke arah selangkanganku. Tanpa
bicara langsung dikulumnya batang itu dengan mantap. “Ohh.. ahhsshh..”
Dengan rakus diemutnya kemaluanku, dijilati, dikulum dan dikocok-kocok
pakai tangan bergantian. Aku hanya bisa merasakan kenikmatan ini dengan
nafas yang mulai sesak karena nafsu. Dia melakukannya dengan sangat
indah. Aku tenggelam dalam kenikmatan kilat yang tiada tara, hingga
akhirnya..
“Aku mauu.. ke.luarhh.. ashh.”
“Ya udah keluarin aja Mas..”
“Di mulut kamu?”
“He eh..” katanya singkat. Dia mempercepat gerakan kepalanya. Aku merasa
enak sekali apalagi di saat spermaku akan memancar keluar. Kupegang
kepalanya erat, dan.., “Ahh..” aku berseru hebat tatkala maniku
menyembur di dalam mulutnya. Sebagian berceceran di bibirnya karena
pancaran mani itu banyak. Batang kemaluanku pun dijilatinya sampai
bersih. Dia tersenyum, melihatku babak belur dalam permainan ini. Anggun
mengerjaiku dengan cara yang professional. Sungguh dia tidak terkesan
murahan.
“Nah, sekarang saya sudah bisa tenang kerjanya, punya Mas udah terlelap lagi..” bisiknya mesra.
Batang kemaluanku memang sudah mengendur karena mengalami ejakulasi. Dia
teruskan kerjanya di bagian kaki. Aku hanya bisa terpaku seperti orang
bodoh.
“Kamu mengerti betul akan laki-laki.. kamu udah pengalaman ya?” tanyaku setengah begurau ketika kerjanya sudah rampung.
“Pengalaman apa Mas?” tanyanya penasaran.
“Cara kamu tadi sungguh bikin aku hampir mati keenakan.”
“Ah.. saya cuma nonton CD yang saya sewa di pasar.”
“Masa sih? Kamu suka nonton gituan ya?” selidikku.
“Nggak.. lagi bosan aja, habis Mas nggak pernah peduli ama saya.. Saya kan kesepian Mas..”
“Upss..” aku disudutkan langsung, telak sekali.
“Emangnya kamu suka diperhatikan ya?” tanyaku dengan perasaan tidak nyaman.
“Ya.. boleh dibilang begitu, emang salah?”
“Nggak juga sih, kalau begitu aku salah.. lain kali aku pasti lebih
memperhatikan kamu”, kataku meyakinkannya, dengan rasa penasaran yang
belum hilang.
“Anggun.. kamu udah pernah bercinta belum?” tanyaku tanpa basa-basi lagi.
“Menurut Mas gimana?”
“Mana aku tahu?”
“Bentar Mas..”
Dia segera duduk di dekatku. Roknya disingkap sampai atas hingga yang tampak hanya celana dalamnya yang berwarna hitam.
“Nih, silakan Mas periksa deh, biar yakin gitu”, timpalnya seraya
menantang. CD itu langsung dilepaskan sampai terbuka, dengan gaya
menantang disibakkannya rambut halus yang mengitari liang kewanitaannya.
Terlihatlah lubang kemaluannya yang berwarna merah muda dan segar.
Darahku langsung terkesiap.
“Ayo Mas.. diperiksa, kok cuman bengong aja sih?”
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Jika aku memeriksa, gimana caranya. Itu
kan tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Walau demikian, naluri
laki-lakiku langsung menyeruak tatkala Anggun mengelus-elus barangnya
sendiri. Batang kemaluanku langsung bangkit lagi, kali ini getarannya
lebih keras, hingga batang kemaluanku berdenyut hebat.
“Lho, ditanya kok malah punya Mas yang menyahut.. nakal ah.”
Dia segera memakaikan lagi celana dalamnya. Kutangkap tangannya, agar CD itu tidak menutupi liang kewanitaannya.
“Anggun.. aku sudah nggak tahan.. sini dong..”
“Eitss.. ntar dulu Mas, ada syaratnya”, katanya lagi yang membuat kepalaku terasa mau meledak menahan nafsu yang manjadi-jadi.
“Apa.. ayo cepat sebutkan syaratnya”, pintaku terbata-bata. Sungguh aku tak tahan lagi.
“Syaratnya nggak banyak.. Mas hanya harus mencintai aku dulu, baru
punyaku yang ini terserah mau Mas apain”, katanya mantap seraya menunjuk
liang kewanitaannya. Bagaikan tersambar petir aku mendengar
permintaannya itu. Selama hidup aku memang tidak pernah merasa mencintai
seorang wanita. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, wanita secantik
apapun pasti selalu takluk padaku, disebabkan banyak hal. Yang pertama
karena aku memang punya tanda fisik yang bagus, menurun dari mamaku yang
berdarah Spanyol-Israel dan papaku yang berdarah Batak. Yang kedua,
karena sejak kecil, kehidupan ekonomiku memang sangat mapan. Jadi
rasanya tidak terlalu berlebihan kalau aku mengatakan demikian.
“Aku nggak akan berbohong padamu, aku tidak mencintai kamu.. setidaknya saat ini.. kenapa harus memakai cinta segala?” tanyaku.
“Kalau begitu, lupakan saja punya saya Mas.. itu bukan untuk
Mas..permisi”, katanya segera mengenakan CD-nya dan berlalu. Aku
langsung menangkap tangannya, kulihat kesedihan di wajahnya.
“Anggun.. aku.. udah nggak tahann.. ayolahh..”
“Maaf Mas, kalau Mas memaksa, mulai sekarang saya berhenti kerja di sini..”
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Dia meninggalkan aku dalam kondisi
mengenaskan. Betapa tidak, gairahku dibuatnya terkatung-katung.
Sejak peristiwa itu perasaan bersalahku selalu muncul. Aku tidak
melihatnya bekerja sebagaimana biasa. Kucari ke mana-mana, ternyata dia
sedang berbaring di kamarnya, pakai selimut.
“Kenapa kamu?” tanyaku.
“Aku sakit Mas.. nggak enak badan”, mimiknya lelah dan pucat.
Kuraba keningnya, memang agak hangat. Entah kenapa, aku jadi begitu
kasihan padanya. Aku merasa kalau ada bagian dari diriku yang sakit
juga. Ahh.. inikah namanya cinta? Segera kutelepon dokter pribadiku.
Anggun diperiksa dan diberi beberapa obat. Sejak Anggun sakit, aku
pulang dari kantor lebih cepat. Aku hanya menangani bisnis utama.
Pekerjaan lain yang agak ringan kuserahkan pada sekretarisku.
“Mas, Saya mau mandi, udah tiga hari berbaring terus.. kan bau Mas..”
“Lho.. kan kamu belum sembuh benar, dokter bilang seminggu ini kamu harus istirahat.”
“Mandi lap aja Mas, tolong yah Mas”, pintanya kemudian.
Aku bergegas mengambil handuk kecil, membasuhnya dengan air hangat.
Perlahan-lahan kubuka bajunya satu persatu. Sekarang dia sudah telanjang
bulat. Dalam keadaan sakit pun, dia bahkan kelihatan tetap cantik dan
seksi. Luar biasa, pikirku. Kurasakan batang kemaluanku perlahan naik
ketika usapan handukku merambah bagian dadanya.
“Ohh.. lamain dikit di situ Mas.. aah..”
“Kenapa?”
“Enak sih”, katanya menggoda.
Aku hanya tersenyum. Kulap dengan perlahan. Puting susunya sejak tadi
sangat menggodaku. Karena tak kuat menahan birahi..segera kupagut,
kujilati. “Oughh.. Mashh.. kerjaa.. nyahh.. kan belum.. selesai..
Masshh..”
Aku tidak peduli. Aku tahu dia pun menikmatinya. Kuremas-remas
payudaranya dan tanganku kemudian beranjak menuju ke selangkangannya.
Pahanya langsung dirapatkan. Tanganku terhimpit tepat di liang
kewanitaannya.
“Kenapa?”
“Janganh.. nakal Masshh..”
“Aku memang nakal.. terus kenapa?” kataku dan langsung memeluknya.
Kulumat bibirnya sampai dia megap-megap, tapi tertawa senang. Kulepas
bajuku sendiri, sesekali dibantunya. Kini kami sudah sama-sama telanjang
bulat. Kutindih dia dan kujilati bibirnya. Lidahku kumasukkan ke
mulutnya sementara tanganku terus mengelus permukaan lubang kemaluannya.
“Ssshh.. Mass.. terushh Mas.. ashh..” Ciumanku turun ke dada. Satu
persatu jilatanku mendarat di permukaan bukit kembarnya yang merangsang.
Putingnya kusedot-sedot sampai berbunyi keras. Dia menggelinjang penuh
nafsu. Nafasnya tersengal-sengal. Kuciumi perutnya dan tanganku
mengusap-usap pahanya. Anggun semakin terlena. Dia terkulai pasrah. Aku
merasa semakin perkasa. Sesampainya di bawah, kubuka pahanya dan
kutekuk. Liang senggamanya langsung kuserbu. Liang itu tetap wangi meski
dia tidak mandi tiga hari.
“Masshh.. yang itu.. jangghh..” belum sempat dia meneruskan kalimatnya,
langsung kujilati dengan ganas. Kumulai dari permukaannya. “Ahhsshh..
shh..” dia menggoyang pinggulnya sampai mulutku timbul tenggelam di
lembah surganya. Kumasukkan lidahku agak ke dalam, dia semakin bergetar
dan mulai menjerit-jerit. Ouugghh.. Masshh!” dia berteriak lantang
sembari menjambak rambutku ketika kusedot klitorisnya dan kukait-kait
dengan nakal. Kali ini tanganku bergerilya lagi di susu segarnya.
Sepuluh menit kemudian, cairan yang hangat dan bening keluar dari liang
kewanitaannya membasahi mulutku. Dia mengerang seperti kesetanan tatkala
cairan itu mengalir. Mulutku sampai becek karena aku terus menjilati
lubang kemaluannya. Cairan itu makin lama makin membanjiri
selangkangannya. Aku sampai tak tahu lagi yang mana air ludahku, yang
mana cairannya. Benar-benar basah.
“Masshh.. yang itu milik Masshh.. terserah Masshh.. cepatt Mashh..
Anggun udah nggak kuat.. Masshh.. tolonglah.. ashh..” dia memohon sambil
ngos-ngosan.
Aku jadi teringat peristiwa kemarin. Aku bangkit dan pura-pura berlalu meninggalkannya tergeletak.
“Mashh.. mau ke mana? Lebih.. baik bunuh Anggun aja.. Mas.. Mash..” dia berteriak-teriak memanggilku. Aku mendekatinya lagi.
“Dengan satu syarat”, kataku santai, walaupun sebenarnya batang kemaluanku pun sudah tak tahan lagi.
“Apah.. ayo.. Mashh.. jangan siksa Anggun dong.. hhssh..” bicaranya
makin tidak karuan menahan getaran dahsyat yang kuhadiahkan. Saat itu
dia bicara manja sekali.
“Kamu hanya harus mencintai aku dulu”, kataku lagi seperti yang diucapkannya dulu.
Tiba-tiba dia terkesiap. Dipandanginya aku setengah tak percaya. Dia
bangkit dan menghambur ke pelukanku. Dibenamkannya wajah mungilnya ke
dadaku.
“Oh.. Mas Brando, dari dulu Anggun udah cinta ama Mas.. Anggun bahagia
sekali Mas.. Anggun cinta ama Mas Brando”, dia menyemburkan kalimat
panjang itu setengah terharu.
“Aku juga mencintai kamu Anggun.. sungguh”, balasku jujur.
Dipandanginya aku dan langsung duduk di pangkuanku. Bibirku langsung
dipagutnya dengan gemas. Yang kurasakan saat itu adalah perpaduan nafsu
dan rasa sayang. Aku langsung membayangkan seks indah yang romantis.
Sesekali kurasakan juga batang kemaluanku bergesekan dengan perutnya
yang mulus. Dia menegakkan tubuhnya. Dadanya yang putih berhadapan
dengan wajahku. Langsung kujilati dan kusedot-sedot dengan bergairah.
Dia menggeliat liar dan menggoyangkan pinggulnya tak karuan. Gairahku
makin meninggi.
“Anggun.. Mas masukin ya sayang..”
“Iyahh.. Mashh.. Anggunh juga udah.. nggak sabaran pingin bercinta ama Masshh..” balasnya.
Dipegangnya batang kemaluanku dan diarahkannya ke lubang yang sangat
nikmat itu. “Aoohh.. shh.. Ahh.. Anggun.. ohh..” Digoyangnya terus
pantatnya hingga terasa batang kemaluanku bagai dipijat-pijat dan
diremas-remas. Nikmat sekali. Dia menggelinjang dan berteriak, sesekali
mengerang, kemudian mendesis liar. Dia menari-nari di atas pangkuanku
sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Kadang-kadang dia juga
mengelus dadaku yang dipenuhi bulu-bulu.
“Mass.. berhenti dulu, Anggunhh mau ganti posisi..” Segera dia merangkak
membelakangiku. Sambil melirik ke belakang, dia merangkak sambil
pantatnya bergoyang aduhai. Liang kewanitaannya yang basah kuyup tampak
menggoda. Kususul dia dari belakang, kutusukkan batang kemaluanku. Dia
berseru manja, membuat batang kemaluanku makin gatal rasanya. Aku merasa
sedap sekali. Saat itu aku tahu Anggun sudah tidak perawan lagi. Namun
kuurungkan hingga permainan ini usai.
“Mass.. Anggunnhh mau.. nyampe..” dia terbata ketika orgasme akan didapatnya lagi. Sodokanku kupercepat namun tetap terkontrol.
“Aughh.. ohh.. nikkmat.. Mashh..”
Aku meremas payudaranya lembut ketika orgasme diraihnya.
“Sekarang giliranku, Sayang”, bisikku lembut di telinganya. Dia cuma
tersenyum. Dibalikkannya tubuhnya dan memegang batang kemaluanku. Dia
langsung mengulumnya penuh gairah. Dijilatinya dan dikocoknya lembut
perlahan secara bergantian. “Ohh..” aku semakin merasa orgasme akan
segera datang. Kuraih tubuhnya. “Enak.. mana Nggun? Kamu yang nentuin
sekarang.. shh..”
“Aku di atas Mas.. Mas telentang aja..”
Akupun telentang, dia duduk di atasku dan mengarahkan batang kemaluanku
ke liang kewanitaannya. Digoyangnya sambil terkadang menyambar bibirku
tiba-tiba. Kami semakin hanyut. Pantatnya kuremas-remas gemas. Dadanya
bergoyang-goyang seirama dengan tarian sensualnya. “Anggun.. aku mau
keluar.. tahann.. yahh.. say.. sayang..” aku berseru sambil menyodok
liang kewanitaannya sekuat tenaga. Dia memekik. Akhirnya kami terkulai
dan terdampar berdampingan. Lumayan untuk pasangan yang baru sembuh.
Dipeluknya aku dan diciuminya. Kami berpelukan dengan mesranya. Lama
kami terdiam dan tenggelam dalam kebahagiaan. Kukecup bibir dan
keningnya. Dia hanya melenguh pelan.
“Aku bukan yang pertama”, desisku.
Anggun bangkit dan memandangku dengan perasaan bersalah.
“Apa Mas kecewa karena Anggun nggak virgin lagi?”
Kupandangi dia lalu tersenyum, kupeluk dengan rasa sayang.
“Bukan itu sayang, aku mencintaimu apa adanya.. hanya saja mungkin
sangat nikmat bila menikmati tubuhmu ketika masih utuh”, balasku
meyakinkan sambil main mata padanya.
“Lagipula.. aku juga tidak terlalu suci untukmu..” lanjutku lagi.
“Ah, Mas nakal sih”, dicubitnya hidungku. Dia menarik nafas dalam-dalam.
“Anggun memang pertama kali disetubuhi sepupu, dia cinta pertama.. dulu aku sangat memujanya, ternyata dia brengsek..”
“Apa cintamu padanya dulu sebesar cintamu padaku sekarang?” selidikku dengan nada cemburu.
“Aku menyerahkan kehormatanku karena dulu cintaku sangat besar Mas.
Sekarang, Mas harus berjuang untuk mendapatkan seluruh cinta Anggun..”
Aku tertegun. Sungguh wanita itu luar biasa.
“Lalu apa yang harus aku lakukan, agar kamu mencintaiku dengan segenap hati dan melebihi si brengsek itu?”
Dia menatapku mesra. Ditindihnya aku.
“Yang pertama, Mas harus memberikan seluruh cinta Mas padaku. Yang
kedua, menikahlah dengan Anggun supaya Mas lebih bertanggung jawab dan
perhatian sama Anggun.. dan yang ketiga..” Dia langsung mencengkeram
batang kemaluanku erat, aku meringis tapi enak, “Ini milik Anggun, ini
hanya boleh dimasukkan ke dalam punya Anggun, dan..”
“Dan apalagi?” tanyaku tak sabar.
Dibimbingnya tanganku ke liang kewanitaannya, dan mengelusnya bersama-sama.
“Mulai sekarang, ini seutuhnya untuk Mas Brando..”
“Ahh.. aku mencintaimu Anggun.”
“Anggun juga Mas..”
Dan kami pun saling memagut dengan ganasnya. Beragam duel seru kami
nikmati lagi hingga menjelang pagi. Segala gaya yang dia tahu sudah kami
praktekkan, demikian juga posisi-posisi yang aku tahu. Sampai kami
kelelahan dan tertidur pulas.
Akhirnya, aku hanya bisa mengatakan kepada pembaca sekalian bahwa seks
juga bisa membuat kita mengenal pasangan lebih jauh. Ini terdengar
kebarat-baratan, tapi itulah kenyataannya. Jangan kita meneruskan
kebiasaan munafik kita, supaya tingkat perceraian di Indonesia bisa
ditekan semaksimal mungkin. Well, dalam waktu dekat kami akan menikah di
Medan.